Terus ke atas, satu persatu
stepping bolt saya tapaki, tangan saya gemetar memegang bagian tower baja yang
panas terjemur matari tengah hari itu, angin bertiup kencang membuat saya
semakin susah mengatur napas untuk meredakan gugup yang saya rasakan. Sepuluh
meter saja (atau bahkan kurang) ketinggian yang saya capai, naik ke atas lagi
saya tak berani, satu tangan saya berpegang erat pada badan tower sementara
tangan satunya menyetel GPS ke arah tower berikutnya.
memanjat tower |
Tak seperti biasanya minggu
pertama bekerja di bulan ramadhan ini saya bertugas sebagai penunjuk arah dalam
kegiatan trekking di lapangan. Peran ini mengharuskan saya untuk memanjat ke
atas tower – tower transmisi demi mendapatkan arah, tanpa safety sama sekali.
Nyali saya kandas di ketinggian
sepuluh meter, saya memaki dalam batin.
Melakukan pekerjaan berbahaya
tanpa peralatan safety yang memadai tentu saja bukan sebuah tindakan yang dapat
dibenarkan, akan tetapi realita di lapangan, selalu saja terjadi konflik
kepentingan antara keselamatan pekerja, biaya, aturan dan kebiasaan para pekerja.
Seringkali pekerja sendiri yang enggan memakai peralatan safety karena merasa
peralatan tersebut akan menganggu ke-efektifan mereka bekerja, hal ini didukung
aturan dan pengawasan yang tidak ketat di lapangan seakan-akan nyawa manusia
tidak lebih berharga dari apa yang sedang mereka kerjakan. Safety First hanya
slogan kosong di lapangan, penerapan K3 yang benar hanya terdapat di proyek –
proyek besar dan prestisius. Konyol memang.
Saya beritahu satu rahasia,
penerapan safety pada pekerja dapat dijadikan barometer bagus tidaknya suatu
pekerjaan penyedia jasa di lapangan.
seorang pekerja berpegang di cantolan crane dan baja saat crane beroperasi di ketinggian, Riau 2010 |
Bagaimanapun, saya selalu simpati
kepada mereka yang berani mengerjakan pekerjaan – pekerjaan yang berbahaya,
dengan peralatan safety yang memadai atau tidak, terlepas itu menantang maut
atau tidak. Seringkali pekerja bernyali seperti ini hanya mendapatkan upah yang
tidak seberapa dibanding resiko dari apa yang mereka kerjakan. Kerja
berpindah-pindah jauh dari rumah dan entah kapan bisa pulang, gaji yang mereka
terima pun mungkin kurang bagi kebutuhan keluarga yang jauh disana.
pekerja dengan safety lengkap, Cilegon 2010 |
Walaupun sekarang bukan zaman
kerja rodi atau romusha dizaman penjajahan, fakta bahwa negeri ini masih
dibangun oleh pekerja – pekerja memprihatinkan seperti itu tidaklah bisa
dibantah. Salut saya bagi mereka yang membahayakan diri sendiri demi cinta
keluarga dirumah, semoga berkah dan selalu diberikan keselamatan, kalianlah
petualang sejati. Untuk nyawa – nyawa yang melayang saat bekerja, semoga kalian
syahid dan keluarga yang ditinggal diliputi keberkahan.
Untuk kita yang menikmati
fasilitas – fasilitas umum dengan gampangnya, janganlah memandang rendah tenaga
- tenaga kasar yang bekerja dalam proyek – proyek konstruksi, segala fasilitas
yang kita nikmati takkan pernah ada tanpa mereka, ada kalanya kita harus
berterima kasih kepada mereka, kawan.
No comments:
Post a Comment