Tak seperti
biasanya di siang yang terik itu pekerjaan kami sudah selesai. Jalur waktu itu merupakan
lokasi terakhir yang kami susuri untuk kemudian mengambil jeda mengurus
administrasi. Sejak pagi kami memulai pekerjaan, daerah yang kami lewati
hanyalah berupa tanah datar yang didominasi sawah kering serta sedikit rawa
dangkal yang dijadikan tempat kubangan untuk kerbau milik warga setempat, berbeda
sekali dengan rimba di perbukitan yang kami lewati dihari pertama memulai
pekerjaan sebulan yang lalu.
Riko, koordinator
tim dari pemkab mengusulkan untuk melanjutkan perjalanan ke sebuah air terjun
di Painan, kota kecil yang merupakan ibukota Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat. Kenapa tidak?
kemiringan medan : 0 % |
Air terjun itu
bernama timbulun. Entah kenapa namanya seperti itu, mungkin bapaknya bernama
timbul, halah. Berjalan sekitar 500 meter menyusuri sungai kecil setelah pintu
masuk kita akan menemukan tingkat paling bawah air terjun ini. Yak, air terjun
timbulun mempunyai dua tingkat yang terpisah cekungan sepanjang sekitar 30
meter, yang tidak terlalu pintar berenang harus ekstra hati-hati jika berenang
di cekungan ini karena dalam dan dasarnya berupa batu licin, saya dan seorang
teman hampir menjadi korban disini.
Terletak di sela
perbukitan cadas, air terjun timbulun bukanlah seperti air terjun besar pada
umumnya, air yang mengalir disini bukan melompat dari atas karena terpotong
tebing yang patah 90 derajat, melainkan aliran yang bertambah kecepatannya (v)
karena kemiringan saluran (i) yang
sangat besar. Kok jadi ilmiah?
bukan terjunan |
Saya yakin objek
wisata ini akan semakin ramai seiring waktu. Semoga kelak ketika saya
mengunjungi tempat ini lagi, keindahaannya tidak rusak oleh tingkah pengunjung
dan pengelola yang cenderung tidak perhatian terhadap masalah kebersihan
seperti yang terjadi di banyak tempat wisata di Sumatera ini.
No comments:
Post a Comment