Sunday, August 12, 2012

tentang pekerjaan beresiko


Terus ke atas, satu persatu stepping bolt saya tapaki, tangan saya gemetar memegang bagian tower baja yang panas terjemur matari tengah hari itu, angin bertiup kencang membuat saya semakin susah mengatur napas untuk meredakan gugup yang saya rasakan. Sepuluh meter saja (atau bahkan kurang) ketinggian yang saya capai, naik ke atas lagi saya tak berani, satu tangan saya berpegang erat pada badan tower sementara tangan satunya menyetel GPS ke arah tower berikutnya.
memanjat tower
Tak seperti biasanya minggu pertama bekerja di bulan ramadhan ini saya bertugas sebagai penunjuk arah dalam kegiatan trekking di lapangan. Peran ini mengharuskan saya untuk memanjat ke atas tower – tower transmisi demi mendapatkan arah, tanpa safety sama sekali. 

Nyali saya kandas di ketinggian sepuluh meter, saya memaki dalam batin.  

Melakukan pekerjaan berbahaya tanpa peralatan safety yang memadai tentu saja bukan sebuah tindakan yang dapat dibenarkan, akan tetapi realita di lapangan, selalu saja terjadi konflik kepentingan antara keselamatan pekerja, biaya, aturan dan kebiasaan para pekerja. Seringkali pekerja sendiri yang enggan memakai peralatan safety karena merasa peralatan tersebut akan menganggu ke-efektifan mereka bekerja, hal ini didukung aturan dan pengawasan yang tidak ketat di lapangan seakan-akan nyawa manusia tidak lebih berharga dari apa yang sedang mereka kerjakan. Safety First hanya slogan kosong di lapangan, penerapan K3 yang benar hanya terdapat di proyek – proyek besar dan prestisius. Konyol memang.

Saya beritahu satu rahasia, penerapan safety pada pekerja dapat dijadikan barometer bagus tidaknya suatu pekerjaan penyedia jasa di lapangan.

seorang pekerja berpegang di cantolan crane dan baja
saat crane beroperasi di ketinggian, Riau 2010
Bagaimanapun, saya selalu simpati kepada mereka yang berani mengerjakan pekerjaan – pekerjaan yang berbahaya, dengan peralatan safety yang memadai atau tidak, terlepas itu menantang maut atau tidak. Seringkali pekerja bernyali seperti ini hanya mendapatkan upah yang tidak seberapa dibanding resiko dari apa yang mereka kerjakan. Kerja berpindah-pindah jauh dari rumah dan entah kapan bisa pulang, gaji yang mereka terima pun mungkin kurang bagi kebutuhan keluarga yang jauh disana.

pekerja dengan safety lengkap, Cilegon 2010
Walaupun sekarang bukan zaman kerja rodi atau romusha dizaman penjajahan, fakta bahwa negeri ini masih dibangun oleh pekerja – pekerja memprihatinkan seperti itu tidaklah bisa dibantah. Salut saya bagi mereka yang membahayakan diri sendiri demi cinta keluarga dirumah, semoga berkah dan selalu diberikan keselamatan, kalianlah petualang sejati. Untuk nyawa – nyawa yang melayang saat bekerja, semoga kalian syahid dan keluarga yang ditinggal diliputi keberkahan.

Untuk kita yang menikmati fasilitas – fasilitas umum dengan gampangnya, janganlah memandang rendah tenaga - tenaga kasar yang bekerja dalam proyek – proyek konstruksi, segala fasilitas yang kita nikmati takkan pernah ada tanpa mereka, ada kalanya kita harus berterima kasih kepada mereka, kawan. 

No comments:

Post a Comment