Monday, April 30, 2012

Cirebon, sebuah tempat singgah


Bukan stasiun Cirebon, diambil dari puchsukahujan.wordpress.com
Ibukota Kabupaten di Jawa Barat ini bagi saya adalah tempat singgah dalam perjalanan. Setiap kali tetirah, ke tengah atau ke barat selalu kereta yang saya tumpangi akan berhenti dalam waktu yang lama di stasiun besar kota ini, entah untuk berganti sepur atau sekedar mengalah agar kereta dengan kasta lebih tinggi melaju duluan. Ketika kereta berhenti, bersiaplah dengan hawa seperti neraka dan serbuan pedagang-pedagang asongan yang tak akan habis sebelum kereta melaju lagi paling tidak untuk satu jam kedepan. Tentu saja ini hanya terjadi di kereta kasta ekonomi dan bisnis saja.

Flickr Bramantyo "Bang Napi" Prahoro
Sampai sekarang, saya bercengkrama dengan kota ini hanya sebatas stasiun atau bahkan peron yang itu-itu saja, dalam waktu satu jam dalam perjalanan-perjalanan malam yang saya lakukan. Banyak kenangan yang terjadi di peron itu, pedagang-pedagang dengan tingkah laku uniknya untuk menarik perhatian penumpang, berbagi kopi dan rokok dengan orang unik yang baru saya temui di kereta, menghindari bapak-bapak hebat yang tak henti menceritakan soal hidup, bahkan untuk pertama kalinya mendengar mp3 lagu udud dulu-nya Ki Enthus dari hape pedagang asongan, waktu itu belum lama saya menjadi perokok. Semua kenangan yang begitu menjejak ini saya dapatkan hanya dalam satu perjalanan menyenangkan menuju tengah, memberikan kejutan kepada perempuan yg menjemput saya dengan senyumnya ketika fajar di stasiun tujuan.
Selebihnya memori saya tentang kota ini hanya sebatas tari topeng yang begitu terkenal tapi saya sendiri kesulitan menikmatinya, tentang terasi yang ternyata pertama kali diciptakan disini, dan apa-apa yang dikisahkan Pramodeya Ananta Toer di bukunya tentang Jalan Daendels.
Namun kota yang sebelumnya hanya persinggahan ini sempat mengacaukan otak saya untuk menjadikannya tujuan dalam perjalanan saya beberapa waktu lalu. Perjalanan yang akan menjadi perjalan tergila dalam hidup saya, dan mungkin hidup seseorang yang ingin saya temui disana, perempuan yang selalu memaksa saya untuk tersenyum tiap pertemuan dan perpisahan kami. Beberapa waktu lalu saya mendapatkan kabar bahwa dia sedang berada disana dalam waktu yang lama, tergabung dalam sebuah kelompok penelitian tanpa ‘anjing’nya yang tidak bisa dia lepas tali lehernya. Ajaib juga anjing itu membiarkan tuannya mengulur tali leher sejauh itu dalam waktu yang lama.
I’m quite good in stalking, dengan ragu saya cari infonya, mencoba mengontak admin web pemkab, mengubek-ubek artikel pemkab dan kampus, meminta agen untuk mencari keberadaannya disana, bertekad menyelesaikan paper dalam satu hari, dan akhirnya saya gagal menemukan alamatnya. Alamat yang sebenarnya tidak penting jika saja saya tidak memikirkan akibat perjalanan ini dalam kehidupannya, untuk sebuah pertemuan sebelum saya benar-benar pergi jauh dari pulau impian ini.
Semesta belum mengizinkan kami untuk bertemu lagi. Dan untuk kesekian kalinya, Cirebon hanya sebuah kota persinggahan bagi saya, dengan kenangan – kenangan disela peron stasiunnya.
kalau kau? apa yang kau pikirkan jika mendengar kata Cirebon?

No comments:

Post a Comment